JAKARTA-NASIONAL. Jarakpantau.com Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mulai memasuki masa 100 hari kerjanya pada 6 Mei 2021 sejak menjabat pada tanggal 27 Januari 2021, Kapolri menegaskan tekadnya untuk melakukan transformasi di tubuh Polri pada tataran organisasi, operasional, pelayanan publik, dan pengawasan. Transformasi Polri itu dilakukan dengan menuju Polri “Presisi”, yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pun membuat program 100 hari kerja yang terdiri atas 15 program, di antaranya menuntaskan kasus yang menjadi perhatian publik, mengubah fungsi kepolisian sektor (polsek) untuk tidak lagi melakukan penegakan hukum, serta memperbaiki pelayanan publik. Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono dalam keterangannya menyampaikan sederet kinerja selama 100 hari kepemimpinan Sigit. Berikut ini beberapa program yang telah dilaksanakan Sigit.
Perpanjangan SIM Online
Pertengahan April 2021, Kapolri meluncurkan layanan perpanjangan SIM online melalui aplikasi “SINAR” atau SIM Presisi Nasional. Sigit mengatakan, melalui aplikasi SINAR, masyarakat bisa melakukan perpanjangan SIM secara online lewat handphone. Layanan perpanjangan SIM secara online ini dikatakan sebagai salah satu upaya untuk meminimalisasi interaksi atau konflik antara masyarakat dan petugas polisi.
“Sudah dilakukan aplikasi SIM itu tersebar di 12 polda. Nanti akan kami tambah terus,” kata Argo. Selain untuk perpanjangan SIM, Argo mengatakan ada aplikasi BPKB di 18 polda, aplikasi STNK di 16 polda, dan aplikasi laka lantas di dua polda. “Ini sebagai dasar, nanti berkembang akan bertambah dan kami harapkan bisa di 34 polda,” tuturnya.
Tilang Online (ETLE)
Saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Sigit mengungkapkan keinginannya untuk mengedepankan penegakkan hukum berbasis elektronik di bidang lalu lintas lewat modernisasi electronic traffic law enforcement (ETLE). Sigit mengatakan, tujuannya menghindari penyalahgunaan wewenang anggota polisi lalu lintas yang bertugas di lapangan saat melakukan penilangan. Argo menyatakan, hingga Maret 2021, sudah ada 18 polda yang menerapkan ETLE dengan jumlah CCTV terpasang di 255 titik. Argo menyebutkan, berdasarkan data dari Korlantas Polri sejak 27 Januari-8 Mei, di sembilan polda tercatat ada 29.272 pelanggaran yang terekam ETLE.
Jenis pelanggarannya mulai dari pelanggaran rambu lalu lintas, tidak menggunakan sabuk pengamanan, menggunakan hp, melebihi kecepatan, tidak menggunakan helm, melawan arah, hingga kendaraan tidak lengkap. “Berdasarkan data yang ada, dengan adanya ETLE ini, semakin cenderung tertib berlalu lintas pada titik yang terpasang ETLE. Tentunya ini menjadi dasar yang nanti beberapa polda akan menambah daripada ETLE tersebut,” ujar dia.
Upaya Restorative Justice
Lewat surat edaran nomor SE/2/II/2021 tanggal 19 Februari 2021, Sigit meminta penyidik Polri mengutamakan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) dalam penanganan perkara yang menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kecuali untuk kasus-kasus yang berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme. Argo mengungkapkan, penerapan restorative justice sudah dilakukan untuk mengangani 1.864 kasus di masing-masing polda. Misalnya, kata dia, di Bareskrim Polri ada 28 perkara; 22 tindak pidana umum, empat tindak pidana ekonomi khusus, dan dua tindak pidana siber. “Tentunya nanti akan kami garap peraturan kepolisian berkaitan dengan penerapan keadilan restorative justice dalam penanganan tindak pidana,” katanya.
Virtual Police
Salah satu program Sigit yang cukup jadi sorotan, yakni virtual police (polisi virtual) yang mulai aktif pada pertengahan Februari 2021. Virtual police digagas Sigit sebagai respons atas arahan Presiden Joko Widodo agar polisi hati-hati menerapkan pasal-pasal dalam UU ITE. Argo memaparkan, sejak 23 Februari sampai 10 Mei, virtual police mengarsipkan 476 konten di media sosial yang dianggap berpotensi melanggar UU ITE. Adapun akun yang paling banyak ditegur virtual police, yaitu Facebook dan Twitter. “Kemudian juga, dari 476 ini, ada 332 konten yang mengandung SARA. Kemudian 100 konten tidak memenuhi ujaran kebencian, tidak kita kirimkan virtual police itu atau peringatan,” sebut Argo.